Penggunaan Generative AI di Perguruan Tinggi: Isu Etika dan Tantangan Kebijakan di Indonesia

Penggunaan Generative AI di Perguruan Tinggi: Isu Etika dan Tantangan Kebijakan di Indonesia

AA1G2I8v Penggunaan Generative AI di Perguruan Tinggi: Isu Etika dan Tantangan Kebijakan di Indonesia

Oleh: Diky Wardhani, S.SI, M.Kom, Pengajar Jurusan Teknologi Informasi di Universitas Cyber

.JAKARTA – Selama beberapa tahun belakangan ini, pertumbuhan teknologi telah menjadi sangat pesat.
artificial intelligence
(AI) terutama Generative AI (Gen-AI), seperti halnya ChatGPT, Midjourney, dan DALL-E beserta dengan teknologi Gen-AI yang lain, telah menghadirkan dampak signifikan di banyak bidang, salah satunya adalah dalam dunia pendidikan tinggi.

Institut-institusi pendidikan tinggi di Indonesia telah mengadopsi penggunaan Gen-AI guna meningkatkan proses belajar-mengajar, riset, dan pelayanan administratif. Meskipun demikian, terdapat berbagai masalah etis dan hambatan dalam hal kebijakan yang harus ditangani dengan cermat.

Salah satu keuntungan besar dari penggunaan Gen-AI di universitas adalah percepatan dalam melakukan penelitian dan menulis karya ilmiah. Baik mahasiswa maupun dosen bisa memakai teknologi AI ini untuk menciptakan konsep baru, merancang laporannya, hingga mensimulasikan skenario yang rumit.

Di samping itu, Gen-AI memfasilitasi pembuatan bahan pengajaran yang menarik serta mendorong imajinasi di segala disiplin ilmu. Berbekal AI, tugas-tugas Administratif menjadi lebih ringan sehingga para dosen dan staf pengajar dapat mengkonsentrasikan dirinya pada aktivitas-aktivitas intelektual yang lebih penting.

Walau demikian, penggunaan Gen-AI juga membawa sejumlah permasalahan etika. Isu plagiasi adalah salah satu yang paling mencolok. Kemampuan mudah untuk membuat teks ataupun kreasi kreatif melalui AI menyebabkan garis pembatas antara pekerjaan asli dan produk mesin semakin samar.

Ini menimbulkan pertanyaan serius tentang keaslian karya akademik dan integritas ilmiah. Selain itu, ada ketidaksetaraan akses terhadap teknologi ini.

Tidak seluruh universitas, khususnya di luar kota besar, menyediakan fasilitas cukup untuk menerapkan kecerdasan buatan, sehingga bisa melebarkan jurang digital di kalangan lembaga pengajaran.

Dari segi peraturan, Indonesia baru memulai proses pembuatan aturan mengenai AI secara keseluruhan, apalagi khususnya untuk bidang perguruan tinggi.

Berbagai program seperti Strategi Nasional AI telah diluncurkan, tetapi penerapannya di lingkungan perguruan tinggi belum banyak terlihat.

Banyak institusi pendidikan tinggi masih kurang memiliki panduan formal mengenai penerapan Gen-AI, sehingga para dosen dan mahasiswa sering kali bertindak tanpa petunjuk pasti. Ini menciptakan ruang bagi kemungkinan penyelewengan teknologi serta ancaman terhadap pelanggaran norma-norma etis dalam bidang akademi.

Masalah lain yang timbul adalah dilemanya dalam menentukan batasan pemanfaatan AI. Melarang sepenuhnya penggunaan Gen-AI bisa jadi malah menghalangi perkembangan inovasi serta penyesuaian dengan teknologi dalam bidang pendidikan.

Sebaliknya, membiarkan penggunaan AI tanpa aturan dapat merusak nilai-nilai akademik yang selama ini dijunjung tinggi. Karena itu, diperlukan pendekatan seimbang, yaitu dengan membangun regulasi internal yang jelas dan edukasi tentang penggunaan AI yang etis.

Sejumlah institusi pendidikan tinggi di luar negeri telah memulai tindakan nyata dengan cara menyisipkan literasi tentang AI ke dalam program studi mereka, melengkapi staf pengajar, dan merumuskan pedoman etika untuk menggunakan teknologi AI di tempat belajar.

Indonesia bisa mencontoh langkah-langkah tersebut guna menciptakan lingkungan pemanfaatan kecerdasan buatan yang baik dan bertanggung jawab.

Kehadiran Generasi AI dalam institusi pendidikan tinggi di Indonesia sangat ditentukan oleh keahlian kita dalam menangani teknologi tersebut secara cermat. Melalui peraturan yang sesuai, pembelajaran yang cukup, serta pemahaman moral yang mendalam, Generasi AI bisa berfungsi sebagai sarana untuk mendorong perkembangan pendidikan, tidak lagi dilihat sebagai hambatan bagi kualitas akademik.

Universitas sebagaimana tempat lahirnya ide-ide baru perlu mengambil peranan utama untuk membentuk lingkungan di mana AI digunakan dengan etika dan keadilan.

Post Comment