Kisah Pemimpin Komunitas di Kuta Bali: Menghidupkan Sungai Mati, Meraih Penghargaan Kalpataru

Kisah Pemimpin Komunitas di Kuta Bali: Menghidupkan Sungai Mati, Meraih Penghargaan Kalpataru

 

,


Bali

– Di pusat kehidupan wisata yang selalu bergemuruh di Kuta,

Bali

, terdapat sebuah narasi tenang mengenai sungai mati yang diberikan kehidupan kembali. I Nyoman Sukra, biasa dipanggil Nyoman Dolphin, adalah salah satu sosok utama dalam kisah itu. Pada tahun ini, ia bersanding dengan para pemenang penghargaan.

Kalpataru Lestari 2025

.

Kelompok Peduli Sungai Tukad Mati Lestari yang diketuai oleh Nyoman Dolphin telah mendapatkan anugerah Kalpataru dalam kategori Pelestarian Lingkungan tahun 2019. Prestasi ini didapat karena usaha mereka

restorasi

Kawasan hutan bakau dan Sungai di Bali yang dulunya pernah difungsikan sebagai lokasi pembuangan sampah sembarangan.

Oleh kolompok tersebut, kawasan yang dulu gersang dan terabaikan tersebut telah disulap menjadi ekosistem yang ramah lingkungan dan edukatif. Area yang sama bahkan menjelma menjadi magnet wisata berbasis lingkungan.

Komunitas Nyoman Dolphin menyelamatkan hutan mangrove yang nasibnya tidak jelas. Mereka juga menyelamatkan salah satu sungai besar dan bersejarah di Kuta, yaitu Tukad Mati.


Tukad
adalah sungai. Jadi sungai mati yang kita hidupkan kembali, yang kita revitalisasi,” ujar Nyoman Dolphin di Hotel Truntum Kuta, Bali, Rabu, 4 Juni 2025.

AA1G6VWP Kisah Pemimpin Komunitas di Kuta Bali: Menghidupkan Sungai Mati, Meraih Penghargaan Kalpataru

I Nyoman Sukra alias Nyoman Dolphin, Perwakilan Kelompok Nelayan Prapat Agung Mengening Patasari Kab. Badung Bali ketika ditemui di Hotel Truntum Kuta, Bali, Rabu, 4 Juni 2025. Tempo/Defara

Area pemulihan lingkungan, yang awalnya hanya terdiri dari 12 hektar, saat ini telah berkembang menjadi luas sekitar 25 hectare. Menurut Nyoman yang sudah berumur 50 tahun, proses revitalisasi ini tidaklah mudah. Banyak orang yang pernah meragukan tujuan Komunitas Peduli Sungai Tukad Mati Lestari.

Komunitas ini teguh dan konsisten untuk mencapai tujuan awal mereka. Mereka enggan melihat Pantai Kuta mengalami kerusakan lebih lanjut karena erosi. Saat ini, eksistensi Tukad Mati menjadi sangat penting sebagai gerbang menuju sejarah pariwisata di Bali. Sungai tersebut berperan sebagai pertahanan terakhir bagi penduduk Kuta, Legian, Seminyak, sampai Denpasar dalam menghadapi banjir.


Supaya Sungai Mati Terus lestari

Pada saat ini terdapat 49 orang warga setempat dari Kuta yang sedang dipandu oleh Nyoman Dolphin dalam melakukan pengawalan dan pembersihan sungai dengan frekuensi minimal tiga kali seminggu. Orang-orang tersebut bertugas secara bergantian serta berfungsi sebagai tim respons cepat ketika musim hujan tiba.

Nyoman, yang turut memfasilitasi perhutanan sosial di Bali, menciptakan suatu sistem
urban farming
sebagai alat pendidikan bagi publik. Cara-cara tersebut mencakup
tabulampot,
_hidrokultur, sampai dengan penanaman bibit tanaman lokal dan jarang, mencakup tanaman obat serta tumbuhan untuk ritual._

Tiap tahun, komunitas tersebut menanam kembali kurang lebih 25 ribu pohon, meliputi jenis bakau, berbagai macam buah, dan beberapa tumbuhan jarang. Di antara tempat-tempat itu terdapat Taman Bumi Banten, sebuah area untuk perayaan adat unik di Bali. Seluruh benih diberikan pada orang-orang yang memerlukannya, termasuk grup-grup peduli lingkungan di Bali.

Nyoman, yang terlibat secara aktif dalam diskusi di platform internasional, termasuk dalam
World Water Forum ke-10,
saat ini telah melatih lebih dari 40 anggota tim penyelamat sungai di wilayahnya. Menurut pendapatnya,
utopia
Tidak hanya tentang area berwarna hijau di pusat kota. Dibutuhkan usaha yang signifikan untuk mencapai kondisi yang ideal.

“Selama ada kemauan, kerja sama, dan kasih sayang terhadap sekitar,” ujar Nyoman.

Post Comment