Kata KPK & Erick Thohir Soal Direksi BUMN Bukan Penyelenggara Negara

AA1E9UNW Kata KPK & Erick Thohir Soal Direksi BUMN Bukan Penyelenggara Negara



, JAKARTA — Pelaksanaan UU Nomor 1/2025 mengenai Badan Usaha Milik Negara atau BUMN sepertinya bakal memberi dampak besar pada penanganan kasus hukum di lingkungan perusahaan milik negara. Terlebih lagi, hal ini menjadi semakin penting karena adanya
beleid
itu, BUMN telah dikeluarkan dari rumpun ‘penyelenggara negara’.

Adapun pekan lalu, Menteri BUMN dan jajaran bertemu dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejumlah isu dibahas salah satunya terkait dengan status direksi hingga komisaris pasca pelaksanaan UU BUMN versi terbaru.

Hingga saat ini, lembaga pemberantasan korupsi masih meninjau apakah direktur atau komisaris yang disebutkan dalam aturan tersebut dapat dianggap sebagai pejabat negara.

“Harus ada evaluasi, baik oleh Biro Hukum ataupun Deputi Bidang Pemberantasan, guna mengevaluasi dampak dari peraturan tersebut terhadap pelaksanaan tugas pemerintahan di KPK,” ungkap Tessa Mahardhika Sugiarto, juru bicara KPK seperti dikutip Antara pada hari Senin (5/5/2025).

Tessa menyatakan bahwa studi ini penting karena adanya janji Presiden Prabowo Subianto yang bertujuan untuk mengurangi, atau mungkin menghapus sepenuhnya, pemborosan dalam penganggaran.

Selain itu, kata dia, kajian dibutuhkan agar KPK dapat memberikan masukan kepada pemerintah terkait perbaikan maupun peningkatan suatu peraturan perundang-undangan, terutama yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi.

Sementara itu, dia menyatakan bahwa KPK merupakan pelaksana UU. Dengan demikian, penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi tidak boleh keluar dari aturan yang ada, termasuk mengenai direksi maupun komisaris BUMN dalam UU BUMN.

“Jika memang pada saat ini pihak yang terkait bukan termasuk penyelenggara negara yang dapat diurus oleh KPK, maka tentunya KPK tidak akan mampu mengatasinya,” paparnya.

Konsultasi Erick Thohir

Sebaliknya, Menteri BUMN Erick Thohir melakukan koordiansi dengan sejumlah instansi, seperti KPK, guna mendiskusikan serangkaian pembaruan dalam entitas-perusahaan milik negara mengingat diberlakukannya UU Nomor 1 Tahun 2025 terkait Perusahaan Milik Negara (BUMN).

Erick mengatakan bahwa Kementerian BUMN sedang dalam proses sinkronisasi terkait beberapa ketentuan yang ada di Undang-Undang tentang BUMN, termasuk posisi pejabat tingkat tinggi dari perusahaan milik negara dengan logo merah. Ia menambahkan bahwa salah satu lembaga yang diajak bekerja sama adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk hal tersebut.

“Bukan malahan mengapa kita memiliki sinkronisasi dengan KPK, Kejaksaan, BPK, segala hal tersebut sebelumnya bertujuan agar semuanya menjadi transparan serta adanya pedoman atau aturan terkait tugas-tugas tambahan,” ujarnya saat berbicara dengan para jurnalis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada hari Selasa (29/4/2025).

Selanjutnya, Erick menegaskan bahwa akan ada regulasi turunan yang nantinya akan memberikan definisi lebih jauh tentang ketentuan mengenai status penyelenggara negara untuk direktur dan komisari BUMN sesuai dengan apa yang tertera dalam undang-undang tersebut.

Menurutnya, beleid tersebut belum sepenuhnya dijalankan dan masih dirapikan sebelum seutuhnya diterapkan.

“Iya pasti, ini kan namanya baru lahir. Baru lahir, belum jalan. Justru kita rapikan sebelum jalan, dari pada nanti ikut geng motor tabrak-tabrakan, mendingan kita rapikan,” kata pria yang merangkap sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara itu.

Erick memastikan upaya sinkronisasi definisi soal status penyelenggara negara atas komisaris-direksi BUMN itu akan terus dilakukan. Dia enggan berkomentar lebih lanjut.

“Iya itu UU-nya ada definisinya, tapi tentu ini yang kita harus sinkronisasi. Saya tidak mau terlalu mendetailkan, nanti ada perbedaan persepsi yang jadi polemik baru. Nah ini yang kita tidak mau, kenapa sejak awal kita langsung rapatkan,” terang Menteri BUMN sejak 2019 itu.

Poin Perubahan UU BUMN

Berdasarkan catatan
Bisnis
Rancangan revisi UU Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang diajukan oleh DPR menyatakan tegas bahwa Badan Pengelola Investasi Dana Antar Lembaga dan juga anggota Direksi, Komisaris, serta Dewan Pengawas BUMN tidak termasuk dalam kategori pegawai pemerintah. Hal ini diatur lebih lanjut pada Pasal 3 Y RRUU BUMN berkaitan dengan posisi kepegawaiannya.

Pada saat bersamaan, aturan terkait dengan posisi Direktur, Komisaris, serta Dewan Pengawas BUMN yang bukan merupakan pejabat negara dijelaskan secara spesifik dalam Pasal 9G.

Bagian itu tertulis sebagaimana berikut:

Pemegang jabatan di tingkat direksi, komite komisaris, serta dewan pengawas Badan Usaha Milik Negara tidak termasuk dalam kategori pejabat negara.

Pasal 87 ayat 5 mengungkapkan bahwa pekerja dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak termasuk sebagai penyelenggara negara. Meskipun begitu, ketentuan tersebut berlaku bagi mereka yang dipekerjakan sampai diberhentikan menurut regulasi perusahaan atau kesepakatan kontrak kerja kolektif.

Sebaliknya, bagi komisaris atau anggota dewan pengawas yang merupakan pegawai negeri sipil, gelar sebagai penyelenggara negara masih tetap berlaku.

Menariknya, ketentuan mengenai status kepegawaian karyawan hingga direksi BUMN bersifat lex specialist, kecuali ketentuan lainnya terkait penyelenggara negara yang tidak diatur dalam RUU BUMN.

Ini berarti tak ada celah dalam hukum lain yang bisa digunakan untuk campur tangan pada status BUMN sebagai non-lembaga pemerintahan.

Aturan tersebut pun mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, terutama Pasal 2, dimana pegawai BUMN dikelompokkan sebagai penyelenggara negara. Ketentuan ini kerapkali dipakai oleh aparat penegak hukum sebagai dasar dalam memberi sanksi kepada individu-individu tertentu di lingkungan BUMN.

Post Comment