Eksplorasi Misi Pangan 2025: SFV Kampung Nila Kawali – Kemandirian Pertanian dari Hulu hingga Hilir berkat Teknologi
,
CIAMIS – Masyarakat Desa Kawali di Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat mengaplikasikan teknologi untuk budidaya ikan nila mulai dari tahap awal sampai akhir. Upaya tersebut berhasil membuka peluang pekerjaan dan meningkatkan ketahanan pangan lokal.
Kehidupan ekonomi di desa tersebut mulai bergairah setelah dinyatakan sebagai Kampung Nila tahun 2021. Peluang semakin meningkat ketika daerah ini dinobatkan sebagai pusat Smart Fisheries Village (SFV), yang berarti kampung perikanan pintar, pada tahun 2023 kemarin.
SFV adalah ide untuk membangun kampung nelayan dengan mengandalkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Proyek buatan Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDMP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ini menekankan pula pada pengelolaan yang tepat sasaran dan lestari demi mendorong pertumbuhan ekonomi.
masyarakat.
Ahmad Sobari, salah satu konsultan dari BRSDMKP, mengatakan bahwa perkembangan SFV didasarkan pada tiga prinsip utama. Prinsip pertama adalah ekonomi sirkular yang merujuk pada pemanfaatan sumber daya dengan cara yang berkelanjutan.
Kedua, pembangunan ekonomi yang didasarkan pada teknologi digital lewat program pelatihan bakat serta UMKM di bidang kelautan dan perikanan. Ketiga, mendukung sistem kolaborasi menggunakan model kemitraan atau
public-private partnership
.
“Maka pertumbuhan ekonomi terjadi, rakyat berusaha, dan lingkungannya lestari,” jelas Ahmad ketika ditemui oleh Bisnis di Desa Kawali pada hari Selasa, 3 Juni 2025.
Untuk bidang teknologi, Ahmad menyebut bahwa tim mereka melakukan edukasi agar penduduk dapat memanfaatkan peralatan pemberi makan ikan secara otomatis serta mengimplementasikan strategi perkembangan ikan dalam sistem Budidaya Ikan dengan Tambahan Roda (Budidorodar).
Di samping itu, mereka juga menggunakan teknik pemeliharaan ikan yang mengoptimalkan kelompok mikroorganisme (bioflok) guna meningkatkan mutu air serta memberikan sumber pakan alami kepada ikan.
“We have accelerated smart technology advancements such as
smart feeder
“Tadi begitu. Setelah itu, ada yang menggunakan kincir sehingga menghasilkan bioflok,” jelas Ahmad.
Tidak tertinggal, mereka juga terus mendukung regenerasi petani perikanan. Ahmad mengatakan bahwa saat ini telah ada 117 anggota yang menjadi bagian dari Gabungan Kelompok Perikanan (Gapoktan). Di antara jumlah itu, 40 anggotanya adalah pemuda muda.
Menurut Ahmad, sebagian kecil pemuda yang dahulunya pergi bekerja serabutan di kota juga memilih untuk kembali ke desa mereka guna membantu pembangunan daerah asalnya.
Selanjutnya, Ahmad menyebut bahwa penduduk Desa Kawali sudah mengolah ikan mulai dari sumber air sampai ke sungai bawah. Masyarakat di desa tersebut juga memproduksi berbagai jenis makanan yang dibuat dari hasil olahan ikan nila, termasuk cemilan dan restoran.
Beberapa warung makan yang terdapat di Desa Kawali meliputi Pojok Seblak, RM Kampung Nila, Pawon Lembah Ereng, Pondok Segar, serta Kedai Kampung Nila.
Untuk jenis-jenis cemilan ini diproduksi melalui Kelompok Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Poklahsar). Beberapa hasil produksinya antara lain es krim ikan nila, brownies ikan nila, kerupuk Nyai, kraker Sipatuka, keripik nilem bernama Kicimpring Nila, serta bolu berbahan dasar ular laut yang disebut Bolu Kijing Nila.
Ahmad menyebut bahwa tindakan itu sukses dalam menciptakan pekerjaan tambahan.
“Kira-kira 70 orang itu menciptakan lapangan kerja,” ujarnya.
Menurutnya, pendapatan bersih dari usaha pemrosesan ikan nila ini berkisar antara Rp400 juta setiap bulannya atau sekitarRp4,8 miliar dalam satu tahun.
Produksi Ikan Nila Mengalami Pertumbuhan Cepat
Pada kesempatan serupa, Ketua Gapoktan Kampung Nila Kawali Iim Gala Permana menyebutkan bahwa produksi semakin meningkat berkat penggunaan teknologi, terlebih lagi dengan adanya kincir air.
Menurutnya, jumlah kolam ikan di desa tersebut mencapai 132. Potensi untuk mengembangkan lahan budidaya bisa sampai 10 hektar (HA). Di sisi lain, hasil panen ikan nilanya rata-ratanya sebesar 3 kuintal setiap harinya atau sekira 9 ton tiap bulannya.
Dengan harga jual ikan nila kira-kira Rp30.000 per kg, pendapatan harian biasanya sekitar Rp9 juta atau bisa mencapai angkaRp3,2 miliar setahun.
Iim juga menyebut bahwa penduduk di Desa Kawali telah membentuk kerjasama dengan pasar. Sehingga, produk ikan nilanya selalu laku terjual.
“Selain itu, kita telah mendirikan suatu sistem kerjasama dengan sejumlah pasar. Ada enam kecamatan yang menjadi mitra kita; melalui hal tersebut, beberapa kecamatan ini memiliki pasar yang secara langsung dapat menjangkau tempat ini. Di sini tersedia harga ecer maupun harga grosir,” terang Iim.
Namun, pengembangan perikanan tersebut tidak bebas dari hambatan. Iim mengatakan bahwa mereka masih menemui beberapa rintangan.
Salah satu rintangannya adalah permasalahan persepsi yang dihadapi oleh petani ikan, terutama berkaitan dengan penjualan.
Iim menyebutkan bahwa kadang-kadang masih ada petani yang menjual hasil panen mereka melebihi batas kesepakatan awal. Menurut dia, penyebab utamanya adalah setiap petani memiliki pandangan pribadi masing-masing.
“Sebagai contoh, setelah melakukan kerjasama dengan mitra, ternyata muncul saja kasus penjualan di luar jalur tersebut. Ditambah lagi saat ini mereka telah membentuk kelompok dan biasanya dalam satu kelompok terdiri dari sedikitnya 10 orang atau 10 kepala yang artinya akan ada 10 pandangan berbeda serta keinginan yang bervariasi. Hal itulah yang sering kali menjadi sumber masalah bagi grup tersebut,” ungkap Iim.
Meskipun begitu, ia menyebut bahwa masalah tersebut seringkali dapat diatasi melalui komunikasi yang efektif. Di samping itu, kerja sama pun semakin ditingkatkan.
Post Comment